Cisandag Kampung Ditengah Hutan, Terisolir dan Minim Perhatian dari Desa Induk

Penulis : Nurul Ikhsan | Editor : Jamaludin Al Afghani

Kuningantoday.com, Maleber – Kantor Berita Kuningan (KBK) yang menaungi portal berita Kuninganpos.com, Kuninganhits.com, Kuningantoday.com, Fajarkuningan.com, dan KuninganTV, berkolaborasi dengan portal berita bisnis dan ekonomi Jabarbisnis.com, serta portal berita lingkungan hidup Aksiiklim.com membuat liputan bersama, mengangkat potret desa dengan tema Mapay Desa dan isu-isu lingkungan hidup di wilayah Kabupaten Kuningan.

Kali ini tim liputan bersama melihat dari dekat keberadaan satu perkampungan terpencil yang berada di tengah hutan, yaitu kampung Cisandag yang menginduk ke desa Cipakem, kecamatan Maleber, Minggu (22/8/2021). Saat tim mengunjungi kampung Cisandag yang berada di atas ketinggian ±1.000 mdpl, cuaca cukup cerah. Sudah lama hujan tidak turun. Walau permukaan jalan kering, namun tetap saja kendaraan tidak bisa lincah bergerak. Jalan cukup sulit dilalui oleh kendaraan.

Menaiki kendaraan roda dua, tim harus melewati jalan yang terjal berbatu dan menanjak. Karena sulitnya jalan yang dilalui, lebih dari tiga kali anggota tim yang dibonceng motor harus turun dan berjalan cukup jauh karena motor sulit bergerak maju jika membawa beban berat.

Jika musim hujan, menurut warga kampung Cisandag, jalan akan lebih sulit lagi dilalui oleh kendaraan. Bahkan saat jalan licin karena diguyur hujan, pengendara sudah tidak bisa lagi memilih jalan untuk bisa dilalui roda motor atau mobil. Beberapa kali kejadian warga terjatuh dari motor karena terjal dan licinnya jalan.

Kondisi jalan menanjak dan terjal berbatu cukup menyulitkan kendaraan bergerak maju. Foto : Kuningantoday.com/Nurul Ikhsan

Satu-satunya akses jalan menuju kampung Cisandag hanya bisa dilalui melalui tetangga desa, yaitu dari kampung Bunikerta yang terletak di sebelah timur kampung Cisandag. Sementara akses jalan dari kampung Cisandag ke desa induknya Cipakem yang berjarak ±1,5 kilometer sama sekali tidak bisa dilalui oleh kendaraan motor sekalipun.

Jika warga akan mengurus kebutuhan administrasi kependudukan ke kantor desa induk harus berjalan kaki di jalan setapak menembus belantara hutan. Jika dengan kendaraan, warga harus memutar lebih jauh melalui desa Galaherang dan desa Mekarsari dengan jarak berkilo-kilo meter.

Tim sendiri memulai perjalanan dari ibukota desa Galaherang, bergerak ke arah kampug Bunikerta. Kampung Bunikerta sendiri berada di sebelah selatan ibukota desa Galaherang. Bunikerta berada di belakang gunung Kalaban. Akses jalan hingga sampai ke kampung Bunikerta beraspal hotmix.

Gapura memasuki kampung Bunikerta, desa Galaherang Foto : Kuningantoday.com/Nurul Ikhsan

Jarak dari ibukota desa Galaherang ke kampung Bunikerta ±1,5 kilometer. Setelah sampai kampung Bunikerta, tim meneruskan perjalanan menuju kampung Cisandag yang juga berjarak sekitar ±1,5 kilometer, namun tidak dengan akses jalan yang beraspal. Perbedaan kualitas jalan sangat kontras antara akses jalan ke kampung Cisandag desa Cipakem yang licin dan terjal, dengan jalan di kampung Bunikerta desa Galaherang yang mulus beraspal hotmix. Buruknya akses jalan menuju kampung Cisandag sudah dirasakan warga berpuluh-puluh tahun hingga saat ini.

Jalan beraspal mulus hanya sampai di kampung Bunikerta desa Galaherang, tetangga kampung terdekat dari kampung Cisandag. Foto : Kuningantoday.com/Nurul Ikhsan

Di kampung Cisandag terdapat 29 rumah warga, dan dihuni oleh 130-an jiwa. Saat tim memasuki kampung, setiap warga yang bertemu menyapa tim dengan sangat ramah. Sikap terbuka menerima orang yang datang menjadi ciri khas dari warga di kampung ini. Mereka sangat senang jika rumahnya disinggahi tamu yang datang ke kampungnya. Karena letaknya yang jauh, kampung ini termasuk jarang dikunjungi pendatang dari luar.

Ruas jalan di dalam wilayah kampung Cisandag yang dibangun oleh swadya warga, dan sebagian dibangun oleh pemdes Cipakem. Foto : Kuningantoday.com/Nurul Ikhsan

Setiap pagi hingga petang warga pria dan wanita berusia 50 tahun keatas pergi bekerja di kebun. Di kampung ini tidak banyak warga yang menanam padi. Berada di perbukitan gunung dan dihimpit oleh lembah gunung menjadikan kampung ini tidak memiliki lahan persawahan yang luas. Kampung Cisandag lebih didominasi oleh lahan perkebunan di perbukitan hutan milik negara yang dikelola Perhutani.

Kampung Cisandag dan induk desa Cipakem dilihat dari atas perbukitan. Foto : Kuningantoday.com/Nurul Ikhsan

Selain menanam berbagai jenis palawija, warga juga beternak kambing dan sapi potong untuk nantinya di jual. Di Cisandag, hanya ada satu orang warga yang berkebun kopi dengan memanfaatkan lahan milik Perhutani. Petani muda, Iwan Irawan warga Cisandag ini sudah tujuh tahun berkebun kopi di atas lahan seluas ±1,5 hektar. Selama berkebun kopi, Iwan mendapat pendampingan intensif dari mandor hutan milik Perhutani, Pak Dodo. Dari hasil berkebun kopi, setiap tahunnya Iwan bisa memanen lebih dari 15 kwintal kopi yang sudah di kupas, dijemur dan digiling.

Di kampung Cisandag jarang ditemukan anak muda. Menurut warga, anak-anak muda putus sekolah lebih memilih pergi merantau ke Jakarta. Di ibukota mereka bekerja buruh bangunan dan berdagang. Praktis kelompok tani di kampung ini didominasi oleh orang tua. Terlihat beberapa anak muda tengah mengangkut rumput menggunakan motor untuk makanan ternak kambing dan sapi.

Kandang ternak sapi milik warga Cisandag. Foto : Kuningantoday.com/Nurul Ikhsan

Minim fasilitas

Kampung Cisandag secara umum masih minim dengan fasilitas, antara lain akses jalan yang buruk. Kampung ini juga tidak mempunyai fasilitas kesehatan yang memadai. Warga mengeluhkan tidak ada pemeriksaan kesehatan atau pemeriksaan kehamilan ibu dari petugas puskesmas atau bidan desa.

Jika ada warga yang sakit atau mau melahirkan harus menempuh jalan berkilo-kilo meter untuk bisa sampai ke Puskesmas atau ke balai praktek bidan. Tak jarang, jika musim hujan dan jalan licin, warga yang sakit harus ditandu untuk di bawa ke desa terdekat melalui kampung Bunikerta, selanjutnya menggunakan kendaraan dibawa ke klinik kesehatan terdekat.

Kampung ini juga tidak memiliki balai pertemuan warga. Mushola berukuran kecil yang berada di tengah kampung, dan teras rumah kerap dijadikan tempat warga berkumpul hanya untuk sekedar ngawangkong atau bermusyawarah.

Di bagian depan pintu masuk kampung, terdapat fasilitas penampungan air bersih hasil dari bantuan program KKN Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dibangun tahun 2017 lalu. Penampungan air bersih ini cukup terawat dan masih berfungsi dengan baik membagi air ke rumah-rumah warga.

Fasilitas penampungan air bersih hasil dari bantuan program KKN Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dibangun tahun 2017 lalu. Foto : Kuningantoday.com/Nurul Ikhsan

Aliran listrik dari PLN sudah menerangi kampung ini sejak tahun 2009. Jalan beton dengan lebar 1,5 meter di dalam kampung dibangun hasil dari swadaya warga, selebihnya dibangun oleh pemerintah desa beberapa tahun lalu. Jalan kampung itu sudah lama telah rusak, butuh perbaikan dan penambahan ruas jalan.

Kampung Cisandag juga tidak memiliki sekolah PAUD/TK atau sekolah dasar. Anak-anak harus bersekolah di sekolah dasar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang berada di desa tetangga, kampung Bunikerta. Saat pergi ke sekolah di MI, anak-anak harus berjalan kaki pulang-pergi sejauh ±3 kilometer. Tahun ini hanya ada 2 anak, yaitu Wasta dan Saman melanjutkan sekolah dari MI ke Madrasah Tsanawiyah (MTs).

Letak sekolah MTs sendiri berada di ibukota desa Galaherang. Kedua sekawan ini harus dibujuk langsung oleh salah satu staf sekolah MTs Bina Sejahtera Toto Muchlisin agar mau meneruskan bersekolah. Setelah diberikan pengertian oleh Toto yang datang langsung menemui kedua orang tua dan anak-anaknya, akhirnya kedua anak tersebut mau melanjutkan sekolah ke MTs.

Jika hujan deras, licinnya jalan dan jarak yang jauh, anak-anak terpaksa tidak bisa berangkat ke sekolah. Sejak dulu, banyak anak-anak di kampung ini putus sekolah. Tidak banyak anak yang menyelesaikan ke jenjang sekolah menengah atas, apalagi melanjutkan kuliah di perguruan tinggi.

Minim perhatian dari desa induk

Potret kampung yang terisolir dan minim fasilitas umum dan fasilitas sosial menjadikan kampung Cisandag lambat dalam berbagai program pembangunan. Warga seperti dilepas untuk hidup mandiri dan swadya tanpa sentuhan pembangunan berkelanjutan yang diprogramkan pemerintah. Dari segi pembangunan dan ekonomi, kampung Cisandag tertinggal jauh dari kampung tetangga lain desa, Bunikerta.

Kepada tim, beberapa orang warga yang tengah berkumpul menyampaikan keluhan minimnya perhatian dari Pemerintah Desa Cipakem dan Pemkab Kuningan yang tidak memperhatikan kampungnya. Tidak ada program pembangunan dari pemdes yang yang dapat dirasakan warga secara langsung, seperti akses jalan, sarana air bersih, pemeriksaan kesehatan dan program pertanian.

Prasasasti bantuan bak penampungan air bersih dari mahasiswa KKN Institut Teknolog Bandung (ITB). Foto : Kuningantoday.com/Nurul Ikhsan

Minimnya perhatian dari pemdes terus terjadi di setiap kepemimpinan kepala desa. Warga bercerita, kampung Cisandag akan didatangi jika tiba musim pilkades, pilkada, pileg atau pilpres. Setelah mendapat suara dari warga, tidak pernah lagi datang untuk hanya sekedar bersilaturahmi, mendengar aspirasi, apalagi untuk membangun. Warga sudah bosan dengan janji kampungnya akan dibangun namun tak pernah terwujud.

“Jangankan Pak Bupati atau Camat, Kepala Desa saja jarang berkunjung ke kampung kami. Bagaimana mereka tahu kondisi kampung kami yang butuh pembangunan, terutama membangun jalan. Kami sudah berpuluh tahun hidup di kampung dengan infrastruktur jalan yang sangat buruk,” keluh salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Kondisi jalan terjal berbatu yang menjadi satu-satunya akses jalan dari kampung Bunikerta desa Galaherang menuju ke kampung Cisandag desa Cipakem. Foto : Kuningantoday.com/Nurul Ikhsan

Dikatakan warga, mereka tetap mendukung pemerintah desa dalam mengelola desa. Haya saja, warga ingin ada program nyata dari pemerintah desa untuk membangun akses jalan dari kampung ke pusat desa. Belum lagi akses jalan utama dari kampung Bunikerta yang sudah sangat rusak.

“Mereka tidak tahu jika ada warga disini sakit dan butuh bantuan medis. Keluarga dibantu warga harus membuat tandu untuk membawa warga yang sakit atau ibu yang mau melahirkan. Tidak ada bidan desa, apalagi dokter. Kami harus berjuang sendiri membawa warga ke bidan atau rumah sakit terdekat. Berpuluh tahun kami hidup dengan kondisi serba minim fasilitas,” ungkap warga.

Harapan warga ingin Pak Bupati Acep Purnama datang kekampungnya. Mungkin setelah Bupati melihat kondisi minimnya fasilitas dan buruknya akses jalan, kedepan kampung kami bisa dibangun. Bahkan menurut warga, mereka tidak pernah melihat dan bertemu Bupati, Wakil Bupati bahkan dengan Camat Maleber sekalipun.

Potensi wilayah

Kampung Cisandag yang berada di tengah lembah pegunungan tentunya memiliki panorama alam yang sangat eksotik. Sejauh mata memandang, pendatang yang berkunjung ke kampung ini akan disuguhkan pemandangan alam yang sangat indah.

Kampung Cisandag memiliki panorama alam pegunungan yang indah. Foto : Kuningantoday.com/Nurul Ikhsan

Udara sangat terasa sejuk dan segar, dilengkapi suara kicau dari berbagai jenis burung terdengar bersahutan menggema di luasnya lembah dan belantara hutan yang hijau. Deret pohon pinus dan suren yang ditanam oleh Perhutani semakin memanjakan mata menikmati keindahan alam raya di kampung Cisandag.

Cisandag memiliki sumberdaya alam yang bisa dikembangkan untuk program pembangunan khususnya di sektor pertanian, meliputi perkebunan dan peternakan. Pihak Perhutani sudah sejak dulu membuka kesempatan kepada warga Cisandag bisa memanfaatkan lahan milik Perhutani ditanam berbagai jenis komoditas perkebunan, seperti tanaman kopi atau porang.

Hanya ada satu warga kampung Cisandag, Iwan Setiawan yang mengelola usaha kebun kopi. Foto : Kuningantoday.com/Jamaludin Al Afghani

Jika akses jalan memadai, di Cisandag bisa dikembangkan sektor pariwisata tematik yang menyuguhkan wisata alam, wisata perkebunan, atau wisata ekologi. Keramahan warga melengkapi sumber daya alam yang dimiliki kampung Cisandag yang sudah berpuluh tahun memimpikan kampungnya bisa lebih maju dan sejahtera. Saat tim berkumpul dengan warga, mereka berharap mendapat perhatian dari pemerintah Desa Cipakem dan Pemerintah Kabupaten Kuningan. (Nuris)


Kolaborasi liputan bersama program Mapay Desa, artikel berita ini juga tayang di Kuninganpos.com, Kuningantoday.com, Kuninganhits.com, Fajarkuningan.com, KuninganTV, Jabarbisnis.com, dan Aksiiklim.com.

By Nurul Ikhsan

Kolega biasa memanggilnya Kang Ikhsan. Menekuni dunia jurnalistik sejak mahasiswa tahun 1998 dengan bekerja di beberapa media cetak dan radio di Jakarta. Pria gede heureuy ini berpengalaman memegang desk liputan nasional, antara lain hukum, ekonomi dan bisnis, metropolitan dan humaniora. Sejak 1 September 2020 penyuka olahraga bola voli dan tenis meja ini mendirikan Kantor Berita Kuningan (KBK) yang menaungi portal berita Kuninganpos.com, Kuningantoday.com, Kuninganhits.com, dan Fajarkuningan.com. Melalui KBK penikmat kopi dan hobi ngawangkong ini ingin memberi sumbangsih untuk kota kelahirannya, Kuningan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Menarik Lainnya